Tanpa Judul


“IBU, jika aku bisa memilih, mana yang harus aku pilih diantara keduanya saat hujan deras begini? Menutup kaca helm ku sehingga penglihatanku tak jelas? Atau membukanya dan membiarkan tajamnya rintik hujan menusuk wajahku? Aku tak suka jika harus memilih satu diantara keadaan yang seperti ini.”
         Dari atas motor ia terus berfikir dan memandang ke jalanan luas. Menusuk lelorong lengang membentuk persegi panjang oleh jajaran pohon kelapa hingga menjauh. Ini musim hujan sudah datang lagi dalam kepalanya.
Dulu ia mengira cerita nenek buyutnya sebuah lelucon, tentang kedikjayaan sumpah serapah seorang ibu mampu membuat Malin Kundang berubah, terkutuk menjadi batu. Karena nenek bilang, Malin Kundang mungkin saja hanya bercanda atas pilihan yang ia pilih. Membercandai pilihan tentang kehidupan itu tidak lucu bukan? Bagaimana Malin Kundang memilih untuk tidak mengakui ibunya sedangkan ia keluar dari rahimnya? Apakah terlur yang sudah dikerluarkan ayam bisa dimasukkan lagi kedalam perut ayam itu jika diketahui suatu saat anak ayam akan mematok induknya sendiri untuk mempertahankan hidup?
Kalau sudah begitu, pasti dia akan lari menuju ketiak ibunya. Menyurukkan kepala ke ketiak ibunya sambil berkata, “kelak, aku tidak ingin menjadi Malin Kundang ibu. Aku takut menjadi batu dan aku sangat sayang padamu”. Begitu lagi dan begitu lagi saat neneknya bercerita akan kedikjayaan sumpah serapah itu.
Tapi kini ia tahu bahwa cerita itu mungkin tak benar – benar ada. Bahwa Malin yang berubah menjadi batu itu cuma keluar dari mulut nenek buyutnya agar dia selalu menghargai ibunya. Laiknya anak ayam yang selalu nempel di ketiak ibunya. Berbilang menit, ia sudah sampai di ujung jalan. Dari kejauhan, tampak ibunya memandang keluar jendela dan memekur takjub pada rintik hujan.
“Apa kamu tak kehujanan Fatih? Sudah lama sekali hujan turun dan ibu belum bisa menghubungi nomer hp mu,” kata ibu Fatih. Lantas Fatih hanya mengulum senyumnya, memegang tangan ibunya dan masuk ke dalam kamarnya.
Faith tahu, sudah lama sejak kepergian kakaknya yang mendadak membuat ibunya khawatir berlebihan akan dirinya. Banyak orang yang telah lupa tentang kekejaman yang dialami oleh kakaknya. Tapi tidak untuk ibu dan dirinya. Orang bilang kepergian kakaknya hanya sekedar gugur di medan perang. Tapi tidak untuk dirinya. Dia tahu bagaimana kakaknya mengalamai kesulitan saat pendidikan tinggi yang ia terima.
Dari jendela kamar, ia memandang hamparan kebun luas di altar rumahnya. Saat memandang bunga mangga yang berserakan, lariah ia keluar. Dibersihkannya bunga mangga itu. Dicoretnya tanah. Digambarlah sebentuk sosok yang selalu ada di matanya. Jelas terlihat mata sayunya, kerutan di dahinya dan lengkungan senyum diwajahnya. Cuma sebatas leher. Dihapusnya lagi saat ada yang terlihat salah. Bersedekap, diperhatikan lagi, lama sekali sambil menunggingkan badannya. Sepertinya ia tidak puas. Wajah itu kurang terlihat cantik. Lalu ia mundur beberapa langkah untuk memastikan lagi. Dipandanginya lama coretan tanah itu. Tidak, bukan begini seharusnya. Sama sekali bukan begini. Wajah itu tetap terlihat sayu. Padahal sudah ia gambar lengkungan senyum diwajahnya. Wajah itu tetap tersenyum dalam kegetiran. Dengan kaki, dihapusnya gambar itu. Lantas dia berpindah dan lari menuju dapur. Menggeliat kedalam dekapan ibunya. 


Komentar

  1. Kalo sudah nulis tentang ibu, aku tidak akan berani berkomentar yang aneh-aneh... Nice 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang sampen pernah komentar? kayak e baru kali ini komentar langsung di tulisan -_-

      Hapus
  2. Love your writting, ani. Entah, ak jadi speechless klo uda ngomongin ibu. Rasanya seperti g ada kata2 yang mampu melukiskan how priceless our mom is. Nice post!

    BalasHapus
  3. Hmm aku takut dikutuk jadi ATM :(
    Nice writing an, lanjutkan. JO TELAT APLOT

    BalasHapus
    Balasan
    1. ATM? kok tekan atm segala mas? haha senengane seng rodok telat-telat ngnu mas. soale jam biologis nulisku malem juga. heuheu

      Hapus
  4. mbaak, aku sempet nyasar ke blog busekstory mu yang satunya, yang tentang perjalanan multitrip itu. hehe. btw mbaak ada kalimat yang sangat saya suka di tulisan ini "Membercandai pilihan tentang kehidupan itu tidak lucu bukan?" :)))

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Let's go to Pantai Ngalur Tulungagung

Dari Kediri ke Tulungagung