Teman Kecil



Namanya Nizam, kelas 4 SD. Kami bertemu saat aku aku berkeliling salah satu program di Tulungagung. Sama seperti saat di sekolah lain, aku ingin mendekatkan diriku dengan anak-anak sekolah tempat kunjungan. Sampailah aku memperkenalkan diri kepada Nizam dan kawan-kawannya. Suatu ketika, aku mulai mengajak mereka ngobrol tentang aktivitas mereka sehari-hari di rumah. Ada yang ditinggal ibunya menjadi pekerja migran di luar negeri, ada yang orang tuanya masih lengkap di rumah dan sampailah pada Nizam. Ia bercerita bahwa ibunya sudah meninggal sejak ia kecil. Dan sekarang, ada ibu tiri yang merawatnya. Tapi yang selalu ia ingat, ibunya sayang sekali padanya. Dalam hatiku, kasihan sekali anak ini. Tapi setiap orang tentuanya tidak ingin dikasihani. Lantas aku bercerita kepadanya.

“Zam, kamu tahu apa yang bisa kamu lakukan untuk ibumu?”, tanyaku.

“Apa kak?,” jawabnya dengan pertanyaan pula.

“Amalan yang tidak akan putus dan akan menjadi sebuah kebahagiaan untuk ibumu adalah dengan cara mendo’akannya,” jawabku sambil berusaha untuk tidak menangis.

“Iya kak, aku janji akan terus berdo’a untuk ibuku,” jawabnya.

“Dan jangan lupa, kamu juga bisa buat orang tuamu sekarang bangga,”. Beberapa anak laki-laki berkerumun disampingku sambil mendengarkan ceritaku.

“Kalian tahu kalau semua hal bisa kalian capai kalau kalian mau berusaha dan berdo’a? Siapa yang cita-citanya jadi polisi? Jadi pilot? Jadi apapun kalian bisa mencapainya,” kataku bersemangat.
Kalian bisa menjadi apa yang kalian inginkan. Kalau ingin jadi polisi, ayo kalian sekarang rajin olah raga, ikut renang, lari, ikut lomba olah raga dan lomba-lomba pelajaran lain. Kalian bisa mendapatkan beasiswa jika kalian ingin. Kalian bisa pergi kemanapun kalau kalian ingin dan berusaha.

“Aku biasanya ikut lomba sholawat kak,” seloroh Nizam.

“Wah, keren itu. Nanti ikut lomba yang banyak, selain itu jangan lupa ikut lomba pelajaran juga. Nanti kalian bisa sekolah ke sekolah yang keren,” dengan semangat meledak-ledak. Haha

“Iya kak, nanti aku berusaha. Aku akan mengaji tiap hari dan latihan tiap hari,” jawab Nizam.

Saat itu yang terpikir ini mungkin hanya semacam motivasi yang mereka anggap sebagai lelucon. Banyak yang terlihat mendengarkan dengan seksama, ada pula yang tertawa. Anak kecil memang selalu punya dunianya sendiri. Aku menganggap mereka sebagai adikku sendiri.

Hingga suatu saat aku tak mengunjungi sekolah itu karena aku diindah tugaskan. Banyak sekali anak-anak yang mengirimiku pesan via wa. Mereka bertanya kenapa kakak nggak datang lagi? Kenapa kakak nggak ikut kakak-kakak yang datang kesini? Kapan kakak kesini? Banyak sekali yang mengirimiku pesan. Dalam hati ini senang sekali karena ternyata mereka kehilanganku, sama sepertiku yang kehilangan mereka.

Sampai pada bulan februari kemarin, Nizam mengirimkan beberapa foto. Foto saat dia menang lomba Tartil. Waaaaah, tentu saja aku menangis. Maaf karena memang cengeng untuk hal yang seperti ini. Perkataan yang mungkin saat itu sekedar terceplos dari mulut ternyata bisa benar-benar masuk dalam pikirannya. Betapa senang membuncah dalam hati. Tak bisa terbayangkan.

Komentar

  1. That's the power of words anyway... Kita ga tau sedalam apa kata bisa merasuk dalam pikiran orang lain, lalu berubah menjadi biji, tunas hingga pohon besar... So keep spreading good vibes!! Like your writing

    BalasHapus
    Balasan
    1. yep Sir, Thank you! it feels like i have my own children :))

      Hapus
  2. You're great teacher, Ani. Guru yang hebat itu adalah guru yang menginspirasi. Hebat! Meski kamu g sadar, kamu sudah berhasil Ann..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaa bukan teacher mba, cuman sekedar jadi temen mereka😅

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul

Let's go to Pantai Ngalur Tulungagung

Dari Kediri ke Tulungagung