Sepulang Kerja
Bersama
dengan beberapa temannya, Fatih berjalan kaki dari kantor menuju kos nya. Dalih
kelelahan karena menumpuknya kerjaan sepanjang hari, Fatih pun mengiyakan
ajakan temannya untuk naik angkutan umum, padahal jarak antar kantor dan
kosannya hanya sekitar 1 km saja. Fatih duduk di sebelah pintu bagian belakang
sambil melihat sekelilingnya. Selalu saja tercium bau jelaga, ia mencoba
menutupi hidungnya dengan tangan. Fatih sudah terbiasa dengan bau itu, tapi
tetap saja tidak suka. Sementara, seorang ibu menceritakan bahwa baru saja ada
yang tercopet di dalam angkutan.
“Hati-hati
zaman sekarang, banyak sekali pencopet yang berpura-pura baik kepada calon
incarannya,” ucap ibu itu.
Dalam
hatinya tentu saja Fatih mengamini yang dikatakan ibu itu. Mobil angkutan umum
pun melambat dan menepi. Ibu-ibu pembawa berita tadi lantas mencoba turun.
Dipandanginya lagi sekeliling. Mata Fatih tertuju pada sekawanan bapak-bapak
yang duduk berjejeran di depannya. Sepatu proyek lusuh, celana sobek dan
berdebu, rambut kucel, kaki dan tangan yang penuh debu. Fatih melihat kerutan
yang teramat banyak pada wajah mereka. Sudah sepuh, mereka seharusnya sudah
menimang cucu dan duduk saja di teras rumah menikmati hari tua mereka. Lama
memandangi mereka, ia mencoba mengalingkan wajahnya karena takut disangka
berfikiran yang tidak-tidak.
Fatih
mencoba melihat ke arah depan. Ia mengingat-ingat lagi tugas dari atasannya.
Banyak sekali pekerjaan yang ia tinggalkan. Terasa pusing kepalanya
mengingat-ingat apa yang harus dikerjakannya, serasa ingin segera ia selesaikan
sesampai di kos. Sore itu, ibukota sedikit murung, suara rintik hujan tiba-tiba
terdengar. Padahal sebelumnya cuacanya cukup ramah, tak begitu gerah dan tak
terlalu banyak orang membunyikan klakson seenaknya saja. Sebenarnya ia heran,
kenapa banyak sekali sopir yang hobi marah-marah, menerobos lampu merah,
menerobos jalan khusus trans Jakarta, maklum baru beberapa bulan ia menetap di
ibukota. Seketika Fatih melihat jalanan di luar angkutan umum.
“Kiri,
Bang,” ucap Fatih.
Mobil
angkutan umum lantas mencoba menepi tepat di depan gang besar, jalan menuju
kosnya. Gang kos Fatih cukup ramai. Di pagi hari, ada pasar templek kalau orang jawa bilang. Pasar
bayangan yang ada di bahu jalanan pada jam masuk kantor. Di kala sore, pojok
sebelah kanan ada penjual sate ayam dan kambing, disampingnya ada penjual es
dan sosis. Meski sudah terhitung dua bulan ia pindah ke ibukota, Fatih belum
pernah mencoba sate di pojokan itu. Sebelum membeli ia selalu ingat adik nya
yang di rumah bersama bapak ibunya. Apa mereka juga makan enak, pun boleh
dibilang ia sudah terlalu banyak makan ikan asin dikala kecilnya hingga ia
berfikir sudah sedikit bosan dengan ikan ataupun daging. Meskipun terkadang
Fatih khilaf dan menghabiskan banyak uang hanya untuk mencoba membeli makanan
yang belum pernah ia coba. Lain halnya dengan penjual es itu. Sepulang dari
kantor, Fatih sering membeli es. Dengan harga empat ribu rupiah, rasa dahaganya
hilang seketika sesudah meminumnya.
Keluar dari angkutan umum Fatih
mencoba menengadahkan tangannya ke atas, melihat apakah rintikan hujan sudah
selesai. Fatih kecil sangat suka bemain hujan bersama teman-temannya. Seharusnya,
kalaupun ngompol di celana, tak ada seorang pun yang tahu kecuali ia sendiri.
Sambil tersenyum ia mengingat kejadian dimana ia mencoba menyembunyikan bahwa
ia sudah ngompol. Tapi ternyata teman – temannya mengetahui kejadian tersebut.
Jorok sekaligus lucu. Tat kala ia ketahuan, Fatih lantas menangis dan memukul
temannya. Bahkan pernah suatu ketika Fatih menggigit punggung teman yang jahil
dengannya saat sholat tarawih. Bekas luka itu masih ada hingga kini. Ingatan
masa kecilnya membuat ia tetawa dan tersenyum sepanjang jalan menuju kosnya.
Sampai
di kos, Fatih disambut Bella. Anjing besar berwarna putih mulus, tak tahu jenis
apa. Bella menggonggong lirih menyambut kedatangannya.
Oh jadi namanya Fatih yaaaa,
BalasHapuswaktu kecil, aku sama kayak fatih. suka hujan karena kalau pas pipis di celana ndak ada yang wkwkwk
BalasHapusOh fatih... Apa bella? Ah sudahlah gelap
BalasHapus