Kegagalan Saya (Ojo Nggumunan I)



Sebut saja tulisan pendek ini semacam tulisan receh untuk penyemangat hari-hari saya. Sebenarnya, akhir-akhir ini begitu banyak hal yang ingin saya tuliskan, tapi terbentur dengan rasa malas. Alamaak, kapan saya bisa menjadi penulis jika rasa malas itu besar sekali. Pusing deh. Lantaran berjejal alasan yang sebenarnya tidak akan menjadi alasan jika sudah menjadi prioritas. Sudah dulu membahas alasan. 
Jadi apa yang ingin saya tulis kali ini? Sebenarnya seminggu terakhir hanya ada rutinitas monoton yang terkadang membuat saya lebih malas dari biasanya. Pagi berangkat kerja, pulang petang, jika sudah keluar dengan teman, sampai kos malam hari. Jangankan mau menulis, mengerjakan tugas kantor saja begitu berat. Tidak punya waktu luang? Aaah semua memang tergantung prioritas. Tapi akhir-akhir ini seperti orang yang tidak punya target, kemana-mana yang terbersit hanya let it flow, oh man! No way!
Kali ini, saya akan menulis beberapa kegagalan saya. Bukan berarti menertawai kegagalan menjadi hal yang jelek, tapi mungkin lebih baik dilumrahkan agar tidak terlalu nggumunan, kalau kata orang jawa. Berikut sederet kegagalan saya yang ingin sedikit demi sedikit saya rangkum. Mungkin suatu saat kegagalan ini bisa saya sombongkan pada anak cucu.

Menjadi nomor 2 selama 6 tahun di SD
Jadi, dari sebaris kalimat diatas pasti kalian sudah tahu betapa lucunya perjalanan saya di sekolah dasar. Saya bersekolah di SDN Sambijajar 2, salah satu sekolah dasar di desa saya. Mungkin bagi kebanyakan orang, peringkat kedua sudah menjadi sebuah kebanggaan yang bisa disombongkan sekali kali. Tapi kalau dipikir-pikir, tidak! Menjadi yang kedua selama enak tahun tidaklah mudah, ah preketek, lebay. Pasti saat itu, saya seharusnya sedikit berusaha sekali lagi untuk menjadi yang pertama. Alamaaaak! Gimana mau menjadi yang pertama jika yang dikerjakan kebanyakan hanya nonton tv saja selain waktu sekolah dan les tiba. Mungkin berhasil nonton tv sepanjang hari yang bisa disombongkan. Eh.

Salah masuk SMA
Selama SMP, saya kira tidak ada kegagalan yang berarti kecuali di akhir sekolah. Sebenarnya yang perlu ditanyakan ketika tidak ada kegagalan adalah, “Apakah hidup saya ini lempeng sekali, ya? Apakah tidak ada usaha lebih yang saya keluarkan untuk mencapai suatu target?”. Itu yang seharusnya saya tanyakan saat SMP. Kenapa iya? Karena pada saat itu, jangankan untuk berambisi, punya ambisi saja belum sepertinya. Wah, jelas benar jika sedari kecil saya tak punya target. Ngehek benar kalau dipikir-pikir saya kala itu. Atau mungkin sampai sekarang ngeheknya? Eladalah, sudah.
Kegagalan kedua saya adalah saya tidak bisa masuk di SMA yang saya inginkan. Padahal saat ditanya orang di akhir tahun SMP, pasti saya menjawab, “Kulo pengen sekolah teng mriko, pak, bu”. Entah berapa banyak orang yang sudah hafal jawaban saya. Kegagalan kali ini sebenarnya, kalau boleh bilang karena saya terlalu percaya pada diri saya, he. Memang benar percaya diri itu baik, tapi terlalu percaya diri justru bisa menjerumuskan kita. Begitu mungkin ya, seperti sedia payung sebelum hujan bisa menjadi sedia hujan sebelum payung. Ndak jelas ya, ampun, memang otak saya sedikit kurang jelas.
Cerita bermula saat ujian nasional. waduh, kok masih bermula, panjang benar uraian kali ini. Saya benar-benar masih ingat. Saat itu, saya diconteki teman saya di mata pelajaran Matematika. Bukannya saya sombong, tapi saya selalu menjawab sesuai dengan hitungan saya jika saya masih mengetahui rumus pastinya. Ada satu soal yang membuat saya memantapkan diri untuk memilih jawaban saya sendiri ketimbang contekan dari teman saya. Deng deng deng, hasilnya adalah nilai saya kurang 0,025 atau berarti satu soal untuk masuk di sekolah SMA yang saya inginkan. Hahahaa, waktunya menertawai diri saya, walau mungkin kalau dipikir-pikir, saat itu bisanya nangis sepanjang hari.

 Tidak lolos snmptn
Cukup jelas sekali kegagalan apa yang saya alami untuk ketiga kalinya. Benar, saya tidak bisa masuk PTN melalui jalur snmptn undangan. Nyesek? Banget lah. Kenapa? Saat itu nilai saya tertinggi di SMA dari hasil perhitungan pihak penyelenggara snmptn. kenapa harus di hitung ketika hasilnya menyesakkan dada? Hiks. 
Satu sekolah peringkat pertama, bukan main. Padahal saya tidak mengerti apa-apa. Percayalah, mungkin kesalahan perhitungan menjadi penyebabnya. Percayalah pula, peringkat pertama juga bukan menjadi sebuah hal yang menjanjikan. Saat melihat pengumuman dalam situs resmi, seketika hanya bisa menangis syahdu. Saking syahdunya, pagi hari mata sudah bentol seperti digigit semut atas bawah kanan kiri. Hahahaa. Sungguh ruaaaar binasa. Seminggu lebih mengurung diri di kamar. Jangankan mau makan, ditanya aja susah.
Lucunya lagi adalah, saat itu ada teman saya yang lolos, dengan mudah bilang kepada saya bahwa masih ada banyak jalan menuju Roma. Sumpah, ngehek benar saat itu dia. Sejak itu, saya selalu menghindar dan memalingkan muka saat bertemu dia di sekolah. Tapi tidaklah untuk sekarang. Maafkan saya yang dulu ya, teman. Sungguh kekanak-kanakkan sekali diriku saat itu, duh. Ada lagi kelakuan ibu saya yang bikin ngakak. Saking saya kelihatan stres banget, berat badan saya turun, ibu pergi ke rumah salah satu guru saya agar beliau memberi saya nasihat supaya saya bisa bangkit lagi. Saya sempat shock setelah tahu beliau sampai seperti itu. Sekali lagi, memang saat itu saya masih terlalu nggumunan.
Masih banyak sekali kegagalan-kegagalan yang saya alami, mungkin akan saya tuliskan lain kali. Kalau sekarang, pasti anda jenuh membaca tulisan saya. Hehe. Tapi percayalah, suatu saat kegagalan lah yang membuat kita tertawa lebar. Sekali lagi, ojo nggumunan, An!



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul

Let's go to Pantai Ngalur Tulungagung

Dari Kediri ke Tulungagung