Kerinduan Rindu
Dari kemarin Rindu merasa
susah tidur, pikirannya tak menentu mengingat sang pria idaman yang baru saja
menikah dengan orang lain. Tak apa, awalnya ia berfikir klise. Mungkin lelaki
itu menemukan perempuan yang lebih baik dan tentu ia akan lebih bahagia dengan
pilihannya, bukan jamannya lagi memaksakan kehendak kita untuk memiliki
seeseorang. Tapi malam ini ia kembali membayangkan kejadian saat mereka
bersama. Ingatan halus itu kembali muncul.
“Aku ikut kamu main ke
luar kota buat ngecamp sama temenmu
ya, aku pengen ngedaki juga soalnya”, tanya Rindu kepada Randa.
“Iya, boleh. Bawa
persiapan secukupnya aja ya biar nggak berat”, jawab Randa dalam pesan singkatnya.
Jarak yang ditempuh
lumayan jauh, mereka harus naik bis paling tidak tiga jam untuk sampai terminal
tujuan. Belum lagi ke penginapan, masih membutuhkan beberapa menit naik
angkutan umum. Randa mengagendakan untuk tidur semalam di penginapan temannya baru
melanjutkan perjalanan mendaki. Akhirnya hari yang
ditunggu datang juga. Rindu berangkat dari kosnya menuju stasiun KRL tempat
mereka janjian. Saking senengnya travelling,
ia bersiap lebih awal dan sampai di stasiun KRL itu sebelum jam janji pertemuan. Sambil menahan lapar ia
mulai menengok kanan kiri apakah ada toko yang buka. Suara lirih keluar dari
perutnya. Karena ia takut Randa segera datang, ia memutuskan untuk membeli roti
yang sekali makan saja. Toh nanti mereka akan makan malam bareng seharusnya. Riuh suasana stasiun malam
itu bagaikan pasar malam karena memang hari jum’at banyak orang akan mencoba
untuk menghabiskan waktu akhir pekan jauh dari kota besar, menyepi mencari
kebahagiaan di tepi-tepi kota lain. Rindu terus menunggu sambil mengisi daya
telepon genggamnya yang sebentar lagi akan habis. Ia bolak-balik berdiri duduk
untuk memastikan apakah ada pesan dari Randa.
“Sorry, aku agak telat
ya”, pesan singkat Randa di telepon genggam miliknya. “Tak apa”, jawab Rindu. Dua jam lagi waktu
akan menunjukkan pukul dua belas. Rindu hanya diam membisu sambil mendengarkan
dendangan lagu-lagu tahun 90-an yang mengingatkan akan masa SMAnya. Sudah satu
setengah jam ia sabar menunggu Randa, melemparkan pandangan sesekali ke arah
kedatangan penumpang dengan berharap bahwa sang pujaan hati akan muncul. Sampai
akhirnya Randa datang dengan senyumnya yang merekah. Meskipun ia terlihat lesu,
tapi Randa selalu menarik di mata Rindu. Ah, cinta memang gila. Tangan Randa
mencoba menyibak rambut panjangnya dan berkata, “kamu sudah lama ya? Maaf ya”,
ungkap Randa dengan nada penuh maaf. “Nggak kok, nggak apa, aku yang terlalu
awal soalnya seneng banget nih mau jalan-jalan. Yok jalan”, tukas Rindu. Mereka berdua akhirnya
menyeberang jalan berdua menuju bis untuk ke terminal tujuan. “Sorry ya kamu
nunggu lama, soalnya tadi macet banget”, jelas Randa kepada Rindu. “Ah
sudahlah, ini minuman, kamu pasti haus”, jawab Rindu sambil menengadahkan kepalanya
dan memberikan sebotol minuman. Perjalanan terasa lambat,
sesekali suara rem bis berderit tajam. Bis yang mereka tumpangi cukup bagus.
Meskipun harga ekonomi, tapi bis itu sudah ber AC dengan deretan bangku tiga di
sebelah kanan dan dua di sebelah kiri. Karena penumpang penuh sekali malam itu,
mereka kedapatan di bangku tiga deret dengan Rindu yang duduk di tengah-tengah
dan Randa di pinggir dekat jalan tengah. Tersebab waktu sudah sangat larut,
banyak penumpang yang langsung tidur sejak bis mulai perjalanannya. Rindu yang
sedari awal capek karena lama menunggu mencoba untuk memejamkan matanya pula. Tak sampai lima
menit ia sudah tidur di samping Randa. Saat bis tiba-tiba rem mendadak, Rindu
baru sadar bahwa kepalanya sedari tadi sudah menempel di pundak Randa. Ah
malunya. Ia mencoba untuk menegakkan lagi kepalanya dan melanjutkan tidur
malamnya. Berkali-kali rem bis itu mendadak menyergap tidur Rindu, dan
berkali-kali pula Rindu sadar bahwa kepalanya lagi dan lagi jatuh di pundak
Randa yang terlihat kokoh. “Ah sudahlah, namanya juga tidur, nggak sengaja
kan”, suara lirih dalam hatinya.
Ringgg... tiba-tiba suara
telepon Rindu berdering dengan tajam membuyarkan lamunannya sedari tadi.
Terbeliak ia ketika ternyata muncul nama Randa dalam layar telepon berukuran
kecil itu. Tidak langsung menjawabnya, ia congat-cangit, terpangah mencoba
untuk menyadarkan dirinya.
Kok dikit bgt, lanjutannya mana :(
BalasHapuspenasaran yaaa? tunggu kelanjutannya! 😂
Hapus