Sumeleh



Sebenarnya kali ini saya bingung mau menulis apa. Saya sungkan jika menuliskan perspektif saya, karena belum tentu benar. Tapi memang benar itu kadang juga tidak benar-benar benar. Haha. Pun saya bingung dari mana saya harus memulai menuliskan hal yang sebenarnya juga riskan menurut saya. Riskannya bagaimana? Saya tidak tahu ini akan berfaedah jika orang lain tahu, atau malah sebaliknya. Leh, ndak jelas kan? Hahaa. Tapi yang penting, saya mencoba menuliskan beberapa hal sebagai pengingat yang mungkin nanti bisa ditanamkan pada diri anak saya, eh berarti saya memaksakan kehendak saya? Ah bukan, saya hanya akan memberi tahu anak saya jika memang saatnya. Saat dia sudah memiliki prinsip yang matang tentang kehidupan apa yang dia pilih. Loh ya, kok bicara soal anak mblo? Lawong kamu aja sekarang masih jomblo (menunjuk pada diri saya sendiri) cesss, ngenesss. Haha. Tak apalah ya, salah satu cara menghibur diri, eh. Bahasannya semakin lama semakin ngawur.  
Ok, back to the topic. Sebenarnya akhir-akhir ini saya mencoba untuk menjadi orang yang sibuk saat di rumah. Menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi pemuda yang ada di desa saya. Bukan berarti apa-apa, tapi jika saya tidak menyibukkan diri, maka kegiatan saya hanya akan berujung di depan layar kotak bersuara dan bergambar itu yang hasilnya adalah I’m getting fatter! Oh my God unfaedah juga paragraf ini.
Saya harus benar-benar kembali ke topik ya, jadi yang ingin saya bahas adalah tentang dua organisasi yang baru saja bersitegang. Tentang dua organisasi kepemudaan yang seharusnya bisa bersatu bersinergi mbangun deso. Sebut saja organisasi A dan organisasi B. Saya tidak akan menyebut organisasi apa disini. Karena sebenarnya saya juga masih sedikit takut, apa ini akan berfaedah atau tidak. Haha.  
Ok lanjut, si A berisi sekumpulan orang dengan latar belakang pendidikan dan usia yang sangat beragam. Ada yang pendidikannya bahkan mungkin jika ditanya, masih ada yang tidak lulus sekolah dasar. Usia punggawa organisasi ini juga beragam. Dari yang mungkin belasan sampai sudah sepuh. Semua orang ditarik disini dengan landasan guyub rukun. Awal mulanya, organisasi ini dibentuk untuk memperkuat desa, tapi lambat laun, beberapa orang yang seharusnya menjadi sesepuh menarik diri dari organisasi ini karena berfikir bahwa bahasan yang ada di grup media sosial mereka sudah tidak berfaedah. Terlalu banyak misuh, kalau orang jawa bilang itu hal yang tidak elok. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini adalah pergeseran budaya yang sudah dianggap wajar oleh orang lain. Nah, si A adalah tipe organisasi yang gradak gruduk kompak. Satu ikut, lainnya akan bergabung dengan senang hati.  
Jika ditanya soal B, organisasi ini berlatar belakangkan orang dengan pendidikan yang paling tidak sedang menempuh jenjang SMA. Bahkan, banyak lulusan perguruan tinggi bergabung di dalamnya. Usianya pun masih bisa dikatakan homogen, yakni generasi perantara, mereka yang berada diantara pertumbuhan gawai. Yang masih bisa menikmati kebersamaan dengan temannya di sawah, pun menikmati manisnya mall. Organisasi ini dibentuk atas dasar keinginan desa untuk memajukan desanya karena melihat bibit-bibit unggul di dalamnya. Yang mungkin suatu saat menjadi tumpuhan desa, bekerja dengan sistem professional. Jika misuh menjadi hal yang wajar untuk organisasi A, lain halnya untuk si B. Beberapa perempuan di B secara tidak langsung menjadi pengawal para lelaki didalamnya untuk berhasil tidak misuhan, dalam artian mereka akan misuh pada hal-hal yang sudah keterlaluan saja, tidak menjadikan misuh sebagai objek guyonan seperti di A. Akan tetapi, beberapa orang dengan idealis yang tinggi, susah meleburkan dirinya pada organisasi ini karena mereka tidak mampu mendaratkan idenya dengan baik. Bayangkan, bagaimana organisasi swadaya di masyarakat, yang menampung banyak karakteristik warganya, yang bekerja tanpa digaji, benar-benar ingin mbangun deso mampu menerima ide kelas perguruan tinggi tanpa ada penurunan level bahasa. Wah, memang dahsyat bahasa berbicara.
Tapi sekali lagi, sebenarnya bukan latar belakang mereka yang menjadi poin utama. Ada satu hal yang menjadikan saya benar-benar ingin menuliskan tentang ini. Penjelasan tentang latar belakang tadi hanyalah sebagai pembuka yang bisa mengantarkan cara berfikir saya. Hal yang ingin saya ceritakan adalah tentang ketegangan yang ada di antara keduanya. Ketegangan yang seharusnya tidak ada. Karena sudah jelas, tidak memberikan manfaat apa-apa pada diri kita, kecuali pikiran kita yang akan tegang, rumit, bercampur hal-hal buruk lainnya. Capek kan? Iya, saya saja yang menjawab. Haha.
Saya tidak bisa memilih diantara keduanya yang mana yang lebih baik. Karena memang benar, orang dengan latar belakang berbeda, usia berbeda, latar pendidikan berbeda memberikan pemahaman yang berbeda pula terhadap suatu hal. Ceileeeh, koyok prespektifmu iku pener ae, Cal. Haha. Wes wes, kembali ke bahasan. Belankangan, ada event yang dilaksanakan oleh B. Beberapa orang dari A diajak untuk mensukseskan acara tersebut. Sayangnya, si A mengajak si B pada detik-detik terakhir menjelang event, bukan dari awal. Padahal, event yang sama sudah pernah dilakukan B dan mengajak si A dari awal hingga akhir. Lantaran hal tersebut, si B hanya datang saat acara berlangsung, itupun sudah telat, membantu sekedarnya saja. Beberapa dari B menganggap hal tersebut berarti memang tidak ada niatan yang baik pasca dulu terjadi konflik dengan penyebab salah satu anggota A, selalu menyebarkan sentimen negatif terhadap B. Tentunya melihat keikutsertaan si B dalam jangka tersebut, si A juga berfikiran yang sama karena berarti B juga tidak ada niatan membantu.
Aduh, apasih sebenernya yang saya bahas ini. Haha. Nggak jelas ya? Tapi memang sepertinya membahas yang nggak jelas terkadang juga perlu. Eh, pembelaan. Nggak papa lah ya, jomblo juga perlu pembelaan. Cesss. Sudah sudah, ayo kembali serius. Jadi begini singkatnya, jika saya boleh memberikan gambaran, si A dengan kolektif kolegialnya yang gradak gruduk tapi sayangnya tidak tersistem dan memang mungkin itu karena latar belakangya yang sangat variatif. Didalamnya ada beberapa orang yang terus menyebarkan sentimen negatif tentang B kepada organisasinya, sedangkan Si B sudah tersistem dengan baik saat mengadakan acara tapi tidak seleh terhadap hal-hal yang seharusnya bisa dikomunikasikan. Keduanya memang punya hal yang disayangkan. Semuanya seharusnya bisa dikomunikasikan dengan baik jika sebenarnya keduanya mempunyai niat yang baik, tidak mementingkan ego masing-masing. Bisa sumeleh satu sama lain.  


Komentar

  1. Sudah coba share uneg-unegmu ke mereka an?

    BalasHapus
  2. memang sih kita gk perlu menghakimi kelompok mana yg benar atau salah. waah menarik mbak.

    BalasHapus
  3. Terlepas dari kelompok mana yang salah dan kelompok mana yang benar, kita dapat satu pelajaran dari tulisanmu yaitu sumeleh itu sendiri and the power of communication. Menarik.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul

Let's go to Pantai Ngalur Tulungagung

Dari Kediri ke Tulungagung